Kertas Koran Merugikan Kesehatan dan Menghambat Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil

Bisnis makanan kemasan kecil, seperti gorengan, kue kering, kue basah, dan aneka ragam lainnya menggeliat di masyarakat. Biasa kita temui di pinggir jalan pada pagi hari menjelang jam berangkat kerja atau anak ke sekolah. Makanan kemasan kecil ini sangat diminati karena praktis, harga murah, dan banyak pilihan variasi. Hal ini sangat positif untuk ekonomi masyarakat, terutama Usaha Mikro Kecil.

Namun demikian, ada hal yang mesti diperhatikan yaitu pada pengemasan makanan yang tidak aman dan tidak halal. Penggunaan kertas koran bekas sebagai alas makanan merupakan praktik yang masih dijumpai di lapangan, terutama pada pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Padahal, penggunaan kertas ini dapat membahayakan kesehatan konsumen dan menghambat proses sertifikasi halal bagi pelaku usaha.

Masalah utama penggunaan kertas koran bekas untuk pengemasan makanan terletak pada kandungan bahan-bahan kimianya. Tinta cetak koran mengandung ion logam berat seperti timbal, kadmium, dan merkuri, yang dapat menyebabkan keracunan jika tertelan. Selain itu, pigmen dalam koran juga dapat mengandung bahan kimia berbahaya seperti azo dye, yang berpotensi memicu kanker.

Lebih lanjut, kertas koran bekas memiliki tingkat higienitas yang rendah dan rentan menjadi sarang bakteri dan jamur. Kondisi ini dapat menyebabkan makanan menjadi busuk dan berbahaya untuk dikonsumsi. Penggunaan kertas koran bekas untuk pengemasan makanan yang bersentuhan langsung dengan produk jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip keamanan pangan dan halal.

Bagi pelaku usaha UMK yang masih menggunakan kertas koran bekas untuk mengemas produk makanan mereka, disarankan untuk segera mengganti dengan bahan pengemasan yang aman dan halal, seperti kertas roti atau kertas nasi. Selain itu, pelaku usaha UMK juga perlu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang keamanan pangan dan halal.

Proses sertifikasi halal bagi pelaku usaha UMK di Sumatera Barat dapat terhambat jika mereka masih menggunakan kertas koran bekas untuk pengemasannya. Lembaga pendamping dan pemeriksa Halal (LPH dan LP3H) akan menolak pengajuan sertifikasi halal jika menemukan praktik ini. Oleh karena itu, pelaku usaha UMK perlu memastikan bahwa mereka menggunakan bahan pengemasan yang aman dan halal sebelum mengajukan sertifikasi halal.

Dengan beralih dari penggunaan kertas koran bekas ke bahan pengemasan yang aman dan halal, pelaku usaha UMK tidak hanya melindungi kesehatan konsumen tetapi juga membuka jalan bagi mereka untuk mendapatkan sertifikasi halal. Sertifikasi halal akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperluas pangsa pasar bagi pelaku usaha UMK.

Pemerintah daerah dan instansi terkait perlu berperan aktif dalam meningkatkan pemahaman pelaku usaha UMK tentang keamanan pangan dan halal. Sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan dapat menjadi langkah efektif untuk mendorong pelaku usaha UMK menerapkan praktik pengemasan yang aman dan halal.

LP3H Pusat Kajian Halal UNP sendiri sebagai lembaga yang giat membantu sertifikasi halal UMK di Sumbar, menginstruksikan kepada para Pendamping Sertifikas halal (P3H) UNP untuk menghentikan proses sertifikasi halal jika Pelaku Usaha tetap menggunakan kertas koran bekas untuk pengemasan makanan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2019 tentang Sertifikasi Halal, yang mensyaratkan bahan pengemasan makanan harus memenuhi standar keamanan dan higienitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment