

Sejarah perkembangan jurusan Pendidikan Kimia FKIE IKIP Padang dan jurusan Kimia FIPIA UNAND mencatat bahwa Prof. Dr. Soemanto Imam Khasani merupakan tokoh awal yang membangun kedua jurusan tersebut sejak tahun 1970 hingga akhir tahun 1972. Selama kurang lebih tiga tahun, beliau meletakkan dasar bagi perkembangan ilmu kimia dan pendidikan kimia di kedua institusi tersebut.
Pada tahun 1972 menjadi periode penting dalam perkembangan jurusan ini. Prof. Soemanto Imam Khasani kembali ke LIPI Bandung, yang saat ini dikenal sebagai BRIN. Pada tahun yang sama, Bapak Drs. Tahasmin Tamin (TT) hadir untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan dan pengembangan jurusan. Dengan latar belakang sebagai guru Kimia SMA Bukittinggi dan lulusan S-1 Pendidikan Kimia dari IKIP Bandung, Bapak TT membawa ide-ide inovatif yang signifikan bagi kemajuan jurusan Pendidikan Kimia.
Hingga tahun 1972, jurusan Kimia di kedua institusi tersebut masih memiliki jumlah tenaga ahli yang terbatas, hanya terdiri dari dua orang sarjana. Perkembangan sumber daya manusia mulai terlihat pada tahun 1973 dengan kelulusan Bapak Yan dan Bapak Asriyati. Kemudian, pada tahun 1975, Bapak Ali Amran turut menyelesaikan studinya, menambah jumlah sarjana di bidang kimia. Setelah periode tersebut, barulah generasi selanjutnya, termasuk para pensiunan saat ini, turut berkontribusi dalam memajukan jurusan ini.
Pergeseran Paradigma Gelar Sarjana
Sejarah perkembangan program studi kimia di Universitas Negeri Padang (UNP) mencerminkan dinamika dan adaptasi sistem pendidikan tinggi di Indonesia terhadap pengaruh global dan kebijakan nasional. Pada periode awal perkembangannya, yang saat itu masih bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang, struktur program sarjana ilmu kimia mengadopsi model pendidikan tinggi Eropa Kontinental, khususnya Belanda. Sistem ini membedakan antara program Sarjana Muda dengan masa studi tiga tahun, yang setara dengan gelar Bachelor dan berujung pada pemberian gelar Baccalaureat (BA), serta program Sarjana Lengkap yang merupakan pendidikan lanjutan setara dengan Master. Seiring dengan waktu dan perkembangan orientasi pendidikan tinggi di Indonesia yang semakin terpengaruh oleh model Anglo-Saxon, terutama dari Amerika Serikat, terjadi pergeseran paradigma. Sistem pendidikan kemudian bertransformasi mengadopsi format Sarjana (S1) dengan durasi studi empat tahun, yang secara konseptual juga setara dengan Bachelor, diikuti oleh program Magister (S2) dengan durasi dua tahun. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi nomenklatur gelar, tetapi juga struktur kurikulum dan kedalaman materi yang diajarkan dalam program studi kimia di UNP.
Ujian Akhir dan Tugas Akhir (Paper) pada Program Sarjana Muda Kimia IKIP Padang
Dalam konteks sistem Sarjana Muda di IKIP Padang pada masa itu, terdapat tiga mata ujian komprehensif (examen rigorosum) yang harus dilalui mahasiswa untuk meraih gelar Baccalaureat (B.A.). Ketiga mata ujian tersebut meliputi: (1) Peer teaching dan micro teaching yang diintegrasikan dengan materi Kimia Dasar, (2) Kimia Fisik, dan (3) Kimia Analitik. Setiap mata ujian ini umumnya berdurasi sekitar satu jam. Sistem ujian yang berlaku memberikan fleksibilitas waktu bagi mahasiswa untuk menjawab pertanyaan secara mendalam. Apabila mahasiswa mengalami kendala atau belum berhasil dalam ujian, kesempatan untuk mengulang ujian pada waktu yang berbeda disediakan. Selain ujian komprehensif, mahasiswa juga diwajibkan menyelesaikan tugas akhir yang dikenal dengan sebutan Paper.”
Pembinaan Kader Kimia IKIP Padang oleh Soemanto: Pembelajaran Partisipatif dan Supervisi
Salah satu metode yang diterapkan oleh Bapak Soemanto dalam membina kader-kader mahasiswa di program studi kimia IKIP Padang adalah melalui pendekatan pembelajaran partisipatif dan supervisi langsung. Mahasiswa yang dipersiapkan sebagai kader seringkali diminta untuk mendampingi beliau dalam proses perkuliahan di kelas. Pada alokasi waktu kuliah sekitar 15 hingga 20 menit terakhir, tanpa pemberitahuan sebelumnya, kader mahasiswa ditugaskan untuk melanjutkan penyampaian materi kuliah di hadapan kelas, sementara Bapak Soemanto tetap berada di ruangan tersebut. Metode ini, meskipun terkadang menimbulkan kecemasan di kalangan mahasiswa karena tuntutan kesiapan materi setiap saat, terbukti efektif dalam melatih kemampuan mengajar dan penguasaan substansi keilmuan secara mendalam. Lebih lanjut, dalam konteks praktikum di laboratorium kimia yang dipimpin oleh kader mahasiswa, Bapak Soemanto seringkali melakukan observasi secara diam-diam, memberikan tekanan sekaligus kesempatan belajar yang berharga. Kehadiran Bapak Soemanto, sebagai seorang akademisi yang memiliki latar belakang pendidikan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), memberikan kebanggaan tersendiri bagi mahasiswa dan menanamkan kesan mendalam, terutama dalam mata kuliah Kimia Fisik. Interaksi dengan beliau terkadang diwarnai rasa hormat dan kehati-hatian, tercermin dari kebiasaan mahasiswa untuk mengamati keberadaan beliau di ruang kerjanya di FIPPA (Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Alam) sebelum berinteraksi.